Tangisan langit

Guratan-guratan takdir dalam merangkai rentetan peristiwa, senandungkan irama peradaban

  • CAUTION!

  • Januari 2011
    S S R K J S M
     12
    3456789
    10111213141516
    17181920212223
    24252627282930
    31  
  • Tulisan Terakhir

Bumi itu, dimana tanah merangkulnya (dedicated to my holy sister)

Posted by tangisanlangit pada Januari 18, 2011

Dengan lantang dirimu memanggilku, namun penuh keputus-asa-an.
Kuberlari, menghampiri, kau menatap sendu, seakan aku akan kembali berlari menjauh…
“Tenang kanda, aku disini!”

Seraut senyum kau sembunyikan di sudut bibirmu yang membiru, pucat, kemudian mengedipkan matamu yang letih.
Aku tersenyum, mengusap dahimu dan bertanya, “Kapan kita berdansa lagi?”
Kau menjawab dengan sebuah tatapan kosong, membuatku kehilangan benteng harapan.

Detik demi detik berlalu, mereka telah berkumpul di depan bakal pusaramu.
Aku tertunduk, begitu pun ibu dan ayah…
Melihat ini kau malah tersenyum dibalik cadar sucimu, kau begitu wangi, membuat kembang-kembang disekelilingmu kehilangan gairah…

Kemudian, kuterperangah, di depanku cuma tersisa sebuah pusara, namun kau tak terlihat.
Aku berusaha mencarimu, namun aku bingung, semua terlihat sama, aku kehilangan arah…
“Oh itu dia, aku melihat cahaya di pojok sana.”
Berlari secepatnya, berharap kau sedang berdansa dibawah cahaya perak bulan purnama…

Aku tersenyum, kau bergerak dengan gemulai membuat peri-peri merasa iri,
Dalam lantunan lagu yang mengalir pelan, waktu tak kuasa mengusikku…
Kugenggam jemarimu yang kurus dan kau silangkan lenganmu di pundakku…
Derap langkah kita berdua berirama…

Na na na na, hu hu hu hu…
Na na na na, hu hu hu hu…

Kau begitu bersemangat, sampai2 aku kewalahan mengikuti gerakanmu.
Ku menghela nafas…

Kau berhenti, dan melangkah sambil menatap membelakangiku…
Senyum menggodamu itu seakan-akan menyuruhku untuk mengejarmu…
Kumelangkah, tapi…”Kenapa aku tak bisa mencapaimu, padahal kau cuma satu langkah di depanku…
Keringat dinginku mengucur deras, kau semakin menjauh, masih dengan tatapan dan senyuman yang sama…

Kemudian…
Langkahku terhenti, saat kuterhenyak, dengan segenggam tanah ditanganku…

Wussshhh…Desir angin mengibas rambutku, dan membelai kulitku yg semakin kusam.
Kau masih menatapku dengan senyuman itu,
“tapi kenapa kau berada dalam bingkai kanda?”

Satu Tanggapan to “Bumi itu, dimana tanah merangkulnya (dedicated to my holy sister)”

  1. keripikotaku said

    hohoho

    bahasa nya tinggi ,,
    mantaph..

    mampir balik yah..

    coretan otaku
    – my anime info –

    bisa juga tukar link.
    ^^

Tinggalkan komentar